Siapakah Allah Menurut Nabi Ibrahim?


 

Kisah Ibrahim putra Aazar adalah kisah paling epik dari cerita manusia menemukan Tuhan. Ibrahim menghabiskan waktu kanak-kanaknya hingga remaja di gua yang gelap akibat berlindung dari kekejaman penguasa zaman itu yang akan membinasakan semua bayi laki-laki karena takut kelak akan mengguncang kekuasaannya. Jadilah sejak itu bayi disembunyikan.

Lazimnya masyarakat zaman itu menyembah berhala sebagai ajaran peninggalan nenek moyang. Ayah Ibrahim adalah penyembah berhala sekaligus pembuat patung dan penjualnya. Sejak mengetahui pekerjaan ayahnya itu Ibrahim sudah merasa janggal, bagaimana bisa seseorang membuat patung lalu menyembahnya. Padahal patung-patung itu tak kuasa mencelakakan atau memberi manfaat, atau memberi apa pun yang dibutuhkan orang.

Namun ketika Ibrahim mengungkapkan pendapatnya itu, kaumnya pasti marah. Demikian pula ayahnya. Maka sejak saat itu Ibrahim menapaki jejak spiritualitasnya sendirian sampai Allah membimbingnya menjadi nabi yang sangat dekat dengan-Nya.

Dikisahakan bahwa Ibrahim selalu mengasah kepekaannya tentang siapa yang patut dipertuhankan di alam semesta ini. Ibrahim tidak pernah puas manakala mendapati sesuatu yang diyakininya kuat atau ajaib namun di sisi lain memiliki kelemahan, maka ia tak segan mengganti kesimpulannya itu sampai benar-benar menemukan Tuhan yang sejati. Dalam Al-Quran Surah al-An’am Allah menceritakan perjalanan batin Nabi Ibrahim ini.

Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin. (Q.S al-An’am: 75)

Nabi Ibrahim adalah manusia cerdas yang menempatkan diri di alam ini sebagai sesuatu yang tertata rapi dan teratur, mustahil bila alam menciptakan dirinya sendiri. Oleh karena itu Ibrahim bersemangat mencari tahu siapa sosok pencipta alam raya ini agar ia dapat dengan tepat menundukkan diri.

Ketakjuban Ibrahim hampir tak terbendung melihat apa saja.  Ketika malam telah menjadi gelap, Ibrahim melihat sebuah bintang lalu dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam”. Dengan demikian sesuatu yang timbul-tenggelam adalah lemah dalam pandangan Ibrahim. Bagi Ibrahim, Tuhan haruslah tak memiliki kelemahan dan selalu hadir.

Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” Pada waktu itu Allah masih mebimbingnya untuk berpikir, merenungkan ciptaan Allah. Sebagaimana uzlah yang pernah dilakukan Nabi Muhammad sebelum diangkat sebagai rasul.

Kemudian ketika Ibrahim melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” Demikian Ibrahim dengan gigih menguatkan pada keyakinan yang ia miliki bahwa Tuhan semestinya sempurna, bukan yang timbul-tenggelam apalagi buatan tangan manusia.

Sampai titik ini Ibrahim belum mengenal nama Sang Tuhan, tetapi dia yakin ada Yang Maha Berkuasa dibalik semua ini. Maka akal sehat Ibrahim pun menuntunnya untuk berkata “Aku hadapkan wajahku kepada yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan mengikuti agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik” (Q.S Al-An’am ayat 79).

Setelah pencarian dan perenungan panjang itu Allah pun berkehendak mengirimkan malaikat-Nya dan mengangkat Ibrahim sebagai nabi dan rasul. Tugasnya adalah menjadi hamba Allah yang bertakwa dan menyatakan bahwa tiada Tuhan selain Allah di hadapan kaumnya. Tugas ini berkaitan dengan peran Ibrahim untuk membujuk orang-orang yang mau percaya kepada Allah SWT.

Siapakah Allah Sang Tuhan yang dimaksud oleh Nabi Ibrahim? Ibrahim menerangkan kepada kaumnya sebagai berikut.

Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Apakah yang kamu sembah?” Mereka menjawab, “Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya.”

Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah mereka mendengarmu ketika kamu berdoa (kepadanya)? Atau (dapatkah) mereka memberi manfaat atau mencelakakan kamu?” Mereka menjawab, “Tidak, tetapi kami dapati nenek moyang kami berbuat begitu.”

Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu memperhatikan apa yang kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang terdahulu? Sesungguhnya mereka (apa yang kamu sembah) itu musuhku, lain halnya Tuhan seluruh alam,” (Q.S Asy-Syu’ara’: 69-77)

Nabi Ibrahim pun memperkenalkan siapa yang ia maksud sebagai Tuhannya dan Tuhan untuk sekalian kaumnya, “Yaitu Yang telah menciptakan aku, maka Dia yang memberi petunjuk kepadaku; dan Yang memberi makan dan minum kepadaku; dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku; dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku kembali; dan Yang sangat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari Kiamat.” (Q.S Asy-Syu’ara’: 78-82)

Dengan demikian Tuhan yang dimaksud oleh Ibrahim adalah Tuhan yang aktif. Bukan benda-benda lemah dan pasif tak berdaya yang dielu-elu dianggap sebagai Tuhan. Tuhan haruslah mencipta, memberi, menguasai, sekaligus mengampuni. Karena manusia dalam kehidupan ini tak lepas dari salah maka Tuhan yang sempurna bukan hanya mampu mencipta dan melindungi, namun juga memiliki kasih sayang yang kuat untuk memelihara sekaligus memberi ampunan kepada hamba-hambaNya.

Sekelumit kisah Nabi Ibrahim ini adalah bukti bahwa akal sehat akan selalu dapat menemukan Tuhan dibalik rutinitas yang tersembunyi dari pergantian siang dan malam di bumi yang selalu berputar, sedang akhirat lebih baik dan lebih kekal. Tuhan yang selalu ada dan memelihara, sampai pada gilirannya sebagai kehendak-Nya semesta ini akan rusak binasa berganti alam baru yang lebih utama.

Posting Komentar untuk "Siapakah Allah Menurut Nabi Ibrahim?"