Kepada Tuhan Kita Percaya
![]() |
Percaya kepada Allah sepenuhnya |
Kepada Tuhan kita percaya. Ini bukan terjemahan dari kalimat bahasa Inggris yang tertera dalam uang dollar Amerika Serikat 'in God we trust'. Meskipun sah-sah saja jika mau beranggapan seperti itu. Namun demikian kalimat ini sangat tidak kalah berharga dibanding nilai dolar yang laris diburu pencarinya.
Bertuhan memang tidak mudah. Dalam satu siklus hierarki kehidupan manusia yang serba sementara, kita harus memilih antara terjebak dengan yang serbapanca indra, atau mau menajamkan pandangan jauh melampaui benda-benda dimensi konkret di alam dengan merendahkan diri dan merendahkan hati.
Pikiran harus tetap tajam dan senantiasa diasah agar tidak tumpul tergerus anggapan yang acapkali tiba pada kebenaran sementara serta kesimpulan salah, atau buram karena spiritualitas yang keliru. Karena manusia--dan demikian pula makhluk hidup pada umumnya--senantiasa membangun ikatan dengan lingkungannya dengan pelbagai ekspresi. Meramu-menjalin antara yang tampak mata dengan kesadaran, pengalaman, perkenan, serta nilai-nilai yang berkembang dari rasa percaya.
Jika dikaitkan dengan kepercayaan terhadap hukum, manusia mau mematuhi hukum karena mereka memercayainya. Manusia melawan hukum karena berkeyakinan sebaliknya. Setali tiga uang dengan rasa percaya adalah keyakinan.
Manusia tidak dapat lepas dari keyakinan dan rasa percaya. Keyakinan biasanya tertaut dengan suatu pandangan ideal tertentu, sementara pandangan ideal dalam perbendaharaan peradaban kehidupan manusia ada banyak sekali ragamnya. Manusia hanya mau bersikap atas hal-hal yang diyakini benar, terlepas seberapa tajam perbedaan pandangan ideal yang dipilih itu dengan pandangan-pandangan ideal yang lain.
Demikian pula kita bertuhan karena karena kita memang mau memercayai-Nya. Sebaliknya di antara kita ada yang menentang karena memang memilih tidak percaya kepada-Nya. Ini hanya soal pilihan keyakinan dan rasa percaya. Sampai di sini, bagi yang mau percaya masih akan diuji dengan sekat-sekat pemahaman ketuhanan.
Di antara banyak konsep spiritualitas tentu ada satu yang betul-betul nyata dan bukan konsep ketuhanan semata. Yaitu Tuhan yang tetap menjadi Tuhan meskipun tidak ada yang mau menganggap-Nya sebagai Tuhan. Dia adalah Tuhan yang permanen, tak pernah berubah, tak mengalami siklus, juga tak membutuhkan asal-muasal. Tuhan ini harus ditemukan dengan semangat mencari kebenaran hakiki.
Bukan dengan memaksakan pemahaman ketuhanan yang ideal menurut pendapat masing-masing orang, tetapi manusialah yang seyogyanya tunduk pada ketuhanan Tuhan yang asli alih-alih menautkan diri pada tuhan-tuhan semu yang bernilai visual dan materi. Tuhan Yang Hakiki diperkenalkan hanya dengan sebuah nama berikut dengan segenap atribut kemahasucian dan kemahabesaran-Nya. Karena penggambaran Tuhan melalui medium apa pun justru akan mendistorsi kemahasucian-Nya yang tak tersentuh.
Namun demikian meskipun hanya dengan nama, itu sudah cukup bagi manusia. Sebuah nama yang menjadi pedoman. Sebuah nama yang tepat untuk memilin ikatan. Sebuah nama yang tepat untuk manusia menundukkan diri. Sebuah nama yang tepat untuk manusia kembali dan membebaskan diri.
Tuhan itu cukup satu, dan faktanya memang tidak ada tuhan selain Tuhan. Membajak status Tuhan untuk disematkan kepada benda-benda atau imaji yang dianggap tuhan adalah bentuk penyelewengan kebutuhan bertuhan yang cukup umum. Meskipun demikian di dunia ini Sang Tuhan Hakiki akan tetap bersikap universal kepada semua makhluk-Nya sekalipun banyak yang menyelewengkan status ketuhanan-Nya.
Dia adalah Allah, jenama Sang Tuhan. Tuhan Yang Mahasuci, Yang tak lahir dari rahim apa pun dan tak muncul dari balik apa pun. Dia juga tak pernah menurunkan Diri-Nya keluar dari derajat ketuhanan-Nya hanya untuk melayani anggapan siapapun. Dia kuat, permanen, tetap dalam keadaan-Nya, tak mengalami pengubahan.
Allah tak mirip dengan apa pun dan kesetaraan-Nya tak dapat disandingkan dengan siapa pun. Allah-lah yang menjelaskan tentang Zat-Nya sendiri, kita cukup mengetahui kemahabesaran-Nya yang melimpah di sekitar diri dan di alam. Inilah yang dinamakan kesaksian.
Allah memiliki sifat-sifat lengkap khas ketuhanan yang tak dapat dibajak untuk dilekatkan pada benda konkret maupun abstrak yang ber-'konsep Tuhan'. Agar lebih dapat dimengerti, Allah dengan kemahatunggalan-Nya tidak perlu mengubah wujud untuk turun menjadi tuhan-tuhan lain. Dia bahkan tak tersentuh imajinasi, inilah yang membuat gatal pikiran dan perasaan orang-orang yang ingin menangkap Tuhan. Dengan semua keadaan yang telah disebutkan Dia tak butuh persetujuan.
Dia mandiri, independen, berkuasa, dan memiliki kuasa. Kuasa yang tidak dapat ditundukkan oleh orang-orang yang menantang-Nya dengan pernyataan 'bila Ia Mahakuasa, maka seharusnya bla bla bla'. Allah-lah yang memutuskan perlu atau tidak perlu karena kemahatahuan-Nya, bukan karena dipaksa atau terpaksa. Semua itu Dia lakukan demi pemeliharaan semesta, karena Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Sebuah nama itu dikenal sebagai Allah, karena hanya Satu-satunya Tuhan. Kita meneguhkannya dengan ungkapan 'Tiada Tuhan selain Allah' dan akan terus berpegangan pada-Nya. Kita mengenal-Nya melalui Rasulullah maka kita nyatakan bahwa 'Nabi Muhammad adalah utusan-Nya'. Dengan perkenalan kepada Allah kita beribadah kepada-Nya, menjadi hamba yang patuh pada kehendak-Nya bukan dengan mengikuti ego diri sendiri.
Dengan menjadi hamba Allah sesungguhnya kita telah menjaga kewarasan. Kepada Allah kita percaya. Sesungguhnya tegaknya salatku, tertunaikannya ibadahku, terselenggaranya kehidupanku, dan kembalinya aku dalam ketiadaan via kematian adalah disebabkan oleh satu faktor dan teruntuk satu faktor.
Faktor tersebut adalah Faktor Prima tunggal yang tak terfaktorisasi dan tak terbilang. Faktor Prima itu adalah Allah Sang Tuhan. Satu-satunya Tuhan yang tak perlu kawan dan selamanya sendirian.
Allah bangga pada Dzat-Nya sendiri. Dia menerima pujian dan pengakuan. Tetapi Allah tidak tunduk pada anggapan.
Mahasuci Allah, Allah Mahabesar. Kepada Tuhan kita percaya.
Posting Komentar untuk "Kepada Tuhan Kita Percaya"
Posting Komentar