Mengobservasi Tuhan
Betapa kita masih sering merasakan para turis yang berkunjung ke Bali mengatakan bahwa pulau dewata ini adalah sebuah negara, atau jika tidak demikian menganggap Indonesia adalah Bali. Padahal sesungguhnya Bali-lah yang merupakan Indonesia.
Hal yang sama juga terjadi pada aspek pengetahuan mereka. Para turis itu tidak akan begitu peduli siapa pendiri Negara Indonesia, begitu pula bolak-balik sejarahnya. Para turis tahu-tahu saja sudah ada Indonesia berkat informasi yang mereka terima, mereka cari tahu sendiri, kemudian mereka datangi. Spesifiknya ada Pulau Bali yang begitu menawan dan memanjakan.
Keadaan yang sama juga sering terjadi kepada kita. Saat kita mendatangi suatu rumah, misalkan, kita tidak benar-benar tahu siapa yang benar-benar mendirikan rumah ini. Arsiteknya siapa, para tukang, dan kuli serta pihak-pihak yang terlibat mengerjakan. Situasi yang kita alami hanyalah tahu-tahu sudah ada rumah yang kita datangi.
Dari kedua contoh di atas dapat kita simpulkan tentu saja di bumi ini tidak ada rumah yang dapat terbangun sendiri. Demikian juga Negara Indonesia tidak akan pernah terwujud dengan sendirinya tanpa perjuangan yang gigih dari segala lini dan keterlibatan segenap pihak.
Bagaimana dengan alam semesta, dapatkah ia mencipta diri sendiri?
***
Dalam ilmu arkeologi menghitung jejak karbon sebagai penanggalan usia suatu benda dan menemukan angka ratusan ribu bahkan jutaan tahun fosil di bumi adalah hal yang biasa. Hal ini seolah-olah menyatakan bahwa waktu berkembang begitu lambat untuk tiba pada hari ini dengan semesta yang sudah tertata rapi dan memiliki hukum alam yang serba berkepastian.
Namun demikian tetap saja kemajuan peradaban yang dicapai oleh manusia maksimal hanya mencapai rentang sekitar 200 ribu tahun belakangan. Bahkan peradaban yang benar-benar maju baru tercapai sekitar 5000 tahun-an dari sekarang. Sementara perkembangan pesat kemajuan akibat adanya teknologi canggih baru berkisar dua ratusan tahun alias dua abad lebih.
Hal ini menandakan bahwa era manusia adalah era yang benar-benar baru dalam kehidupan semesta. Manusia adalah makhluk yang sepenuhnya baru menggantikan era kepunahan-kepunahan makhluk sebelumnya, berakhirnya era dinosaurus misalnya. Sistem berpikir manusia juga membuatnya sangat berbeda dengan makhluk hidup lain. Hal ini membuat manusia tampak seperti alien di planetnya sendiri.
Konon ada banyak binatang dengan kecerdasan yang bisa dikatakan tinggi seperti lumba-lumba, gurita, anjing dan sebagainya. Namun sepandai-pandainya gurita dalam memperhatikan lingkungannya, hewan tak bertulang ini tak pernah memiliki peradaban.
***
Di tengah status kebaruan manusia sebagai makhluk yang tinggal di bumi maka akan sangat sulit mengamati siapa yang menciptakan bumi. Walaupun ilmu astronomi tahu bagaimana cara planet dan bintang terbentuk. Kita pun juga tahu bagaimana cara membangun rumah dengan berbagai tipe dan gaya, kita bahkan tahu cara membuat gedung-gedung tinggi pencakar langit.
Namun siapakah yang benar-benar mengerjakannya? Siapa yang benar-benar bekerja untuk semesta? Dari mana semua ini berasal, apakah dari ketiadaan suatu benda dapat mencipta dirinya sendiri? Atau bila semua ini telah ada begitu saja, bagaimana kejadiannya?
Pertanyaan-pertanyaan sederhana ini sama sekali bukan bertujuan untuk berfilsafat.
Di rentang luasnya semesta manusia pun kebingungan menjawab dengan lugas dan sederhana. Hal ini karena keterasingan dan keterbatasan yang dimiliki manusia dalam mengobservasi alam semesta sampai ke detail-detailnya.
Manusia mengumpulkan dan merangkai pengetahuan tentang semesta untuk melengkapi pengetahuannya, tetapi pengetahuan manusia terhadap alam semesta tetaplah serpihan-serpihan saja. Masih banyak yang tidak diketahui daripada yang telah diobservasi.
***
Sudah lama bukan manusia yang dapat mengawasi perilaku Tuhan, tetapi Tuhanlah yang mengawasi perilaku manusia.
Karena Tuhan bukan objek observasi. Atas manusia dan alam semesta, Tuhan adalah subjek yang mengobservasi. Objek tidak akan dapat mengamati subjek.
Objek observasi yang diamati oleh manusia (sebagai subjek) tidak akan pernah mengobservasi balik subjeknya. Manusia dapat mengobservasi bakteri dan planet, tetapi keduanya tidak akan dapat melakukan hal yang sebaliknya kepada manusia.
Tuhan tidak dapat diamati karena kemahabesaran-Nya menyebabkan indera kita mustahil untuk menjangkau-Nya.Jutaan tahun yang dialami semesta tidak berefek apa-apa kepada Tuhan. Dia menitipkan pesan kepada orang-orang terpilih agar menginformasikan bahwa Dia sebenarnya dekat.
Menariknya, kemustahilan indera manusia mengobservasi Tuhan sama sekali tidak menghalangi manusia untuk dekat dengan-Nya.
Bisa? Bisa!
Yakin? Yakin!
Mantap? Mantap!
Bahkan kepada banyak manusia yang salah dalam mengenal-Nya, dan tidak sedikit pula yang menolak keberadaan-Nya. Namun demikian Dia tetap Tuhan bagi semua. Menurut para rasul--para orang terpilih itu--Tuhan tersebut hanya satu-satunya: Allah Swt.
Posting Komentar untuk "Mengobservasi Tuhan"
Posting Komentar